East Javanese Culture
“Nyadran Sawuran Bojonegoro”
Masyarakat pedesaan memiliki tradisi adi luhung yang hingga kini masih dilaksanakan. Salah satunya tradisi Nyadran (manganan) atau sedekah bumi seperti yang dilakukan warga Dusun Gempol Desa GrowokKecamatan Dander. Tradisi ini sudah dilakukan turun temurun sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah yang dihasilkan dari bumi Gempol. Tradisi ini dilakukan di dua sumur yang terletak di pinggir perkampungan penduduk. Oleh warga sumur tersebut dikenal sebagai punden atau cikal bakal ditemukannya sumber air di dusun Gempol. Dalam tradisi ini masyarakat berbondong bondong menuju sumur punden sambil membawa nasi lengkap dengan lauk pauk dan jajanan. Mereka menggelar tasyakuran bersama di sumur punden. Usai selamatan siangnya akan digelar seni tayub dan tradisi kaulan di lokasi yang sama. Menurutnya tradisi nyadran akan terus dikembangkan untuk sarana silaturrahmi antara pemerintah desa dengan masyarakat.
Bojonegoro yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Kesenian Nyadran atau Nyadranan menjadi rangkaian budaya yang mentradisi, yaitu membersihkan makam leluhur dan sendang gede (sendang ndhangar) atau kerja bakti, ziarah, dan berpuncak pada kenduri (makan bersama) dimakam desa dan sendang. Nyadran tersebut terjadi selama dua kali yaitu saat musim tanam dan saat musim panen. Nyadranan saat musim panen digelar untuk berdoa memohon kepada Allah SWT, agar tanaman padi yang ditanam warga tumbuh subur dan dilindungi dari segala hama, sehingga nantinya panennya melimpah. Sementara untuk Nyadran yang digelar usai panen raya. Tradisi Nyadran di desa tersebut sudah ada sejak zaman nenek moyang dan hingga saat ini masih tetap dilestarikan oleh warga di desanya.
Pelaksanaan Nyadran melibatkan semua kalangan masyarakat, termasuk anak-anak, remaja, dan dewasa, dengan tujuan agar tradisi ini tidak menjadi luntur atau ditinggalkan oleh generasi muda. Dalam pelaksanaan Nyadran, masyarakat menyumbatkan hasil panen mereka, seperti padi, jagung, sayuran, dan buah-buahan, dalam bentuk "gunungan". Masyarakat Sraturejo, Bojonegoro beranggapan bahwa agama Islam sangat toleran terhadap tradisi lokal seperti Nyadran, sehingga tidak ada keinginan untuk meninggalkan tradisi tersebut. Dalam pelaksanaan Nyadran, beberapa kegiatan bernuansa Islam juga disisipkan untuk memastikan bahwa tradisi ini tidak menyimpang dari ajaran Islam. Dengan adanya kegiatan ini dapat mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran untuk melestarikan dan merawat kekayaan karya budaya yang dimiliki Jawa Timur. Sebab jika tidak dirawat dan dilestarikan, maka kekayaan tersebut bisa hilang atau diakui oleh pihak lain. Sebab karya budaya asli yang kita miliki menjadi kekayaan otentik yang tidak lekang oleh masa.
REFERENSI
https://bojonegorokab.go.id/berita/1646/nyadran-wisata-budaya-yang-terus-berkembang
https://kumparan.com/beritabojonegoro/mengenal-tradisi-nyadran-kearifanlokal warga-desa-napis- bojonegoro-1snHjS2U5f4
https://www.detik.com/jatim/budaya/d-6923518/mengenal-12-budaya-jatim-yangditetapkan-sebagai-warisan- budaya-tak-benda