Tradisi
tabuik merupakan salah satu tradisi yang digelar oleh masyarakat Pariaman,
Sumatra Barat. Acara ini merupakan tradisi tahunan yang telah berlangsung sejak
puluhan tahun lalu, dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 Masehi. Kata tabuik
sendiri berasal dari bahasa Arab (Ibrani) yakni At-Tabut, yang bermakna peti
kayu (Gibran 2015). Tabuik diadakan untuk mengenang wafatnya cucu Nabi
Muhammad, yaitu Hussein bin Abi Thalib. Menurut penanggalan Hijriyah, festival
tabuik diperingati setiap tanggal 10 Muharram.
Menurut (Dalmeda and Elian 2017), sejarah tradisi tabuik berkaitan dengan wafatnya Hussein beserta
keluarganya dalam perang di padang Karbala oleh tentara Yazid bin Muawiyah. Lalu kotak kayu yang berisi potongan
jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh buraq. Buraq merupakan makhluk yang
berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia, sehingga masyarakat Pariaman
membuat tiruan dari buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya. Pembuatan
dan pembinaan tabuik di Pariaman dikembangkan oleh Mak Sakarana dan Mak Sakaujana.
Merekalah yang mempelopori tabuik pasa dan tabuik kampung Jawa.
Dalam
tradisi tabuik di Pariaman terdapat tujuh tahapan ritual, yaitu mengambil
tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak saroban,
tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut. Prosesi
mengambil tanah dilaksanakan pada 1 Muharram. Selanjutnya, menebang batang
pisang yang dilaksanakan pada hari ke-5 Muharram. Mataam pada hari ke-7,
dilanjut dengan mangarak jari-jari pada malam harinya. Keesokan harinya,
dilangsungkan ritual mengarak saroban. Dan hari puncaknya, dilakukan tradisi
tabuik naik pangkek, kemudian dilanjutkan dengan hoyak tabuik (Refisrul 2016).
Awalnya perayaan tabuik hanya dilaksanakan sebagai upacara yang sakral, namun seiring berjalannya waktu kini pelaksanaan tabuik lebih mengarah pada nilai hiburan dan parawisata Kota Pariaman (Sosiologi, Yulimarni, and Ditto 2022) Tradisi tabuik mengandung kearifan lokal dan nilai budaya dari masyarakat Pariaman, hal tersebut terlihat dari pelaksanaan upacara tabuik yang diselenggarakan guna mengenang kematian Husein bin Abi Thalib yang merupakan cucu Nabi Muhammad. Tradisi ini mengundang perhatian banyak wisatawan turis asing, sehingga ditetapkan sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang mesti dilindungi dan dilestarikan.
Daftar Pustaka
Dalmeda, M. .., and Novi Elian. 2017. “Makna Tradisi Tabuik
Oleh Masyarakat Kota Pariaman (Studi Deskriptif Interaksionisme Simbolik).” Jurnal
Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya 18(2):135. doi:
10.25077/jantro.v18i2.63.
Gibran, Maezan Khalil. 2015. “Tradisi Tabuik Di Kota Pariaman.” Jurnal
Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Riau
2(2):1–14.
Refisrul. 2016. “Upacara Tabuik ; Ritual Keagamaan Pada Masyarakat
Pariaman Tabuik Ceremony ; Religious Ritual of Pariaman Community.” Jurnal
Penelitian Sejarah Dan Budaya 2(2):530–50.
Sosiologi, Pendekatan, Seni Yulimarni, and Anin Ditto. 2022. “Tabuik Pariaman Dalam Perayaan Muharram.” Journal of Craft 2(1):50–59.
Penulis: LITKEL2022
Editor: INFOKOM2022