Ritual
Tiwah: Cara Suku Dayak Menghargai Kematian
Ritual Tiwah merupakan sebuah tradisi ritual pemakaman masyarakat suku Dayak yang menganut Kaharingan dengan tujuan untuk mengantarkan arwah kerabat atau leluhur yang sudah kekal serta abadi, biasanya ritual ini akan dilakukan oleh keluarga yang masih hidup dan keluarga yang masih memeluk agama Kaharingan. Tradisi ini dapat dikatakan sangat unik karena diadakan besar besaran dalam rentang waktu yang cukup lama dalam kurun waktu 7 sampai 40 hari, karena dalam acara tersebut ada berbagai kegiatan atau rangkaian acara yang dilakukan (Lestari et al., 2022). Ritual tiwah dilakukan untuk mengantarkan arwah (liaw) orang yang sudah meninggal ke surga (lewu tataw) atau negeri roh (lewu liaw) dengan memindahkan tulang belulang orang yang sudah meninggal ke dalam sandung.
Gambar 1. Sandung
Dalam
proses ritual tiwah, ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan dan diperlukan
yaitu pada hari pertama memutuskan berapa orang yang akan di tilawahkan,
mencari tempat yang besar yang bisa jadi lokasi tiwah, para ahli waris yang
akan di tilawahkan berkumpul dalam satu tempat yang disebut balai pangun jandau
(balai yang didirikan sehari) dengan membawa sesajen kerbau, kambing, atau babi
dan ayam, sesuai dengan berapa jiwa yang di tilawahkan. Kemudian pada hari
kedua dibunyikannya gong, gendang, kangkuang, gandang-garantung dan dibunyikan
dan di hari kedua tersebut tawur ialah memberi tahu salumpuk liau (roh yang
akan di tilawahkan).
Pada
hari ketiga terdapat acara tarian yang disediakan tuak/baram/ara dan dihari
selanjutnya duduklah seorang manawur di atas gong raya, dan didirikannya pantar
tabalien atau tiang kayu atau disebut spendu tempat para hewan serta mengumpulkan
perkakas. Disana juga disediakan baram/tuak/arak untuk mengawali pengantaran
jenazah ke alam baka, acara selanjutnya penikaman hewan sesajen dengan
menggunakan tombak/lunju oleh para ahli waris. Kemudian yang terakhir
mengantarkan tulang belulang ke dalam sanding.
Dalam
ritual tiwah terdapat beberapa jenis pali atau pantangan dan denda adat atau
singer adat bagi yang melanggar pali tersebut. Jenis pali dalam ritual tiwah
terdiri dari pali makanan, yaitu pali sayuran, pali hewan, dan pali ikan. Jenis
pali makanan adalah pali yang didak boleh dimakan oleh anggota pelaksa ritual
tiwah semala ritual tiwah berlangsung. Jenis pali yang lain, yaitu pali sikap
atau perilaku. Pali sikap atau perilaku ini berlaku bagi anggota pelaksana
tiah, masyarakat tempat tiwah berlangsung, dan juga pengunjung yang datang dari
luar daerah yang menyaksikan ritual tiwah. Denda adat atau singer adat bagi
yang melanggar pali atau pantangan dalam ritual tiwah adalah denda menggant dua
kali dari biaya tiwah yang telah dikeluarkan oleh anggota pelaksana ritual
tiwah (Nugraha & Wardani, 2021).
DAFTAR
PUSTAKA
Lestari, A. D., Saragih, H. M., & Lestari, D.
(2022). Komodifikasi Ritual Tiwah Suku Dayak Ngaju Kabupaten Kotawaringin
Timur. Himmah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer, 6(1), 444.
https://doi.org/10.47313/jkik.v6i1.1780
Nugraha, S., &
Wardani, T. D. (2021). Penerapan Pali Dalam Ritual Tiwah Dayak Ngaju. Anterior
Jurnal, 20(2), 102–112. https://doi.org/10.33084/anterior.v20i2.2175
0 komentar:
Posting Komentar