Indonesia memiliki beraneka ragam suku dan budaya. Setiap daerah memiliki karakteristik yang unik. Jawa menjadi salah satu suku yang banyak memiliki banyak budaya. Ragam budaya Jawa dikenal dengan nama kejawen. Gagasan kejawen diartikan sebagai suatu paham yang memuat tradisi secara turun menurun. Kejawen berasal dari bahasa daerah Jawa (dialek Jawa Tengah). Suku Jawa meliputi masyarakat DI.Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Kulonprogo. Di kecamatan ini berdiri desa bernama Ngargosari yang memiliki sebelas dusun. Dusun Ngalian Gunung A, Ngalian Gunung B, dan Tulangan adalah tiga dusun yang ada di desa Ngargosari. Dua tahun sekali tiga Dusun ini memiliki acara bersama yang di selenggarakan secara bergilir, nama tradisi atau istiadat tersebut adalah Merti Dusun (Syah et al., 2019).
Merti Dusun merupakan sebuah prosesi upacara yang diadakan sebagai wujud rasa syukur atas tanah yang subur dan kaya, juga sebagai wujud terimakasih karena telah terhindar dari mara bahaya dan bencana alam. Selain itu juga memberikan manfaat sebagai pemererat kerukunan dan silaturahmi antar warga. Merti Dhusun adalah sebuah warisan dari nilai-nilai luhur budaya lama yang menunjukkan bahwa manusia menyatu dengan alam. Kata “merti” berasal dari kata mreti yang diambil dari kata dasar pitre yang berarti memiliki hajat, memberi kepada arwah para leluhur. Merti Dusun menjadi wujud budaya kejawen yang dimaksudkan sebagai tanda syukur kepada sang pencipta atas apa yang telah diberikan. Wujudnya dapat berupa rezeki yang melimpah, keselamatan, ketentraman, serta keselarasan hidup di dunia. Tradisi Merti Dusun mempunyai tujuan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan dari ancaman bencana alam dan sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas rezeki, kesehatan, dan ketentraman. Upacara merti dusun dilaksanakan setiap Sabtu Wage di Bulan Rejeb kalender Jawa.
Proses pelaksanaan upacara Merti Dusun dimulai dengan acara
1. Ziarah Kubur sebagai wujud penghormatan kepada Tokoh Desa, Ziarah menjadi perekat umat yang berbeda agama. Selain itu juga sebagai wujud gotong royong dan toleransi dalam bermassyarakat
2. Tirakatan, dilakukan untuk persiapan kirab, yang terdiri dari doa dan tumpengan. Doa bersama dipimpin oleh tokoh masyarakat setempat sesuai keyakinan masing-masing. Tumpengan berupa ayam ingkung dan bubur jenang merah dan putih yang terbuat dari tepung beras. Acara tirakatan dilakukan sampai jam 12 malam. Masyarakat saling bergotong royong dalam melaksanakan upacara adat merti dusun.
3. Kirab. Berjalan atau berkeliling desa
4. Jathilan. Jathilan menjadi hiburan wajib dalam Merti Dusun.
5. Gambyong. Gambyong adalah simbol dari Dewi Nawang Wulan dan Jaka Tarub dalam memadu kasih.
6. Pewayangan. Wayang dilakukan setelah tari Gambyong. Cerita yang diangkat sesuai permintaan. Pada acara Merti Dusun mengambil cerita Semar Mbangun Khayangan, yang menceritakan Semar bertapa di Gua Indrakila pada puncak Suroloyo.
Adapun perlengkapan yang digunakan dalam tradisi merti dhusun:
1. Tumpeng Robyong, bermakna permohonan masyarakat agar diberikan kesuburan tanaman,
2. Tumpeng Tunjung, bermakna permohonan kesehatan dan kemudahan untuk masyarakat dusun,
3. Tumpeng Rasul dan Ingkung, bermakna permohonan ampun masyarakat dusun serta dijauhkan dari segala dosa dan kesalahan,
4. Bonang-Baning, bermakna diharapkan masyarakat dusun selalu berfikir positif, tenang, tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, bening seperti air,
5. Jenang abang putih, bermakna ungkapan bakti kepada orang tua,
6. Sekul Golong Angsal, bermakna permohonan kepada Sang Pencipta agar diberi kemurahan rezeki, ampunan dosa dan yang menjadi harapan masyarakat dapat terkabul,
7. Ambeng Kalih, bermakna permohonan ampunan kepada Sang Pencipta dan mengingatkan kepada masyarakat bahwa segala yang hidup pasti akan mati,
8. Sekul Sepuh, bermakna harapan masyarakat dusun dijauhkan dari gangguan-gangguan dan mendapat keselamatan,
9. Tajan Rakan, bermakna harapan masyarakat dusun agar memperoleh rizki dan hasil panen yang melimpah,
10. Jajan Pasar, bermakna harapan masyarakat dusun dapat memperoleh hasil panen yang baik, sehingga hidupnya tidak kekurangan
Referensi:
Puspitasari, A. S. (2012). Kajian folklor tradisi Merthi Dusun di Dusun Tegono Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Dan Budaya Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo, 1(1), 81–90. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=72021&val=616
Setyawati, A. A. (2016). PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM UPACARA MERTI DUSUN (STUDI UPACARA MERTI DUSUN DI DUSUN MANTUP, DESA BATURETNO, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL). 3, 282.
Syah, G. A., Istimaghfiroh, Cahyani, F. G., Rifqillah, A., Azizah, A. W., Rahmawati, S., Hikmah, I. W., Astuti, Wi., Illiyyin, F. A., & Anwar, M. K. (2019). Merti Dusun : Unity in Diversity. Prosiding Konferensi Pengabdian Masyarakat, 1, 307–312.
Tumarjio, A. E., & Birsyada, M. I. (2022). Pergeseran prosesi dan makna dalam tradisi Merti Dusun di desa wisata budaya Dusun Kadilobo. Satwika : Kajian Ilmu Budaya Dan Perubahan Sosial, 6(2), 323–335. https://doi.org/10.22219/satwika.v6i2.21503
0 komentar:
Posting Komentar