Himpunan Mahasiswa Agribisnis Pertanian

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Gelanggang Mahasiswa Agribisnis Pertanian

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

PPK ORMAWA HIMAGRI 2022

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 27 Oktober 2023

FORECAST

  FORECAST

Fabulous Creativity and Digital Aspirations of Agribusiness Students

Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om swastiastu, Namo buddhaya, Salam kebajikan

Halo seluruh keluarga mahasiswa Agribisnis Trunojoyo ...

Pada bulan Oktober 2023 ini, e-mading FORECAST hadir dengan mengusung tema :

Batik As The Identify Of Indonesian Nation

Yuk, baca lebih lanjut. Selamat menikmati!










Minggu, 15 Oktober 2023

RITUAL YADNYA KASADA

 
Sejak zaman kerajaan dahulu pada daerah dataran tinggi tengger sudah dikenal sebagi daerah yang damai dan tentram. Suku tengger sendiri mempunyai masyarakat yang masih terbilang lumayan agraris yang masih mempercayai hal-hal mistis. Pemimpin adat sendiri mengambil peran penting dalam hal itu untuk tetap melestarikan budaya mereka yang sudah ada dari zaman nenek moyang mereka. Adapun jumlah populasi penduduk desa Tengger tidak banyak hanya sekitar 100.000 dari penduduk jawa yang lebih kurang dari 100.000.000. Orang Tengger dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh, bertempat tinggal berkelompok-kelompok di bukit-bukit yang tidak jauh dari lahan pertanian mereka. Suhu udara yang dingin membuat mereka betah bekerja di ladang sejak pagi hingga sore hari. Persentase penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sangat besar, yakni 95%, sedangkan sebagian kecil dari mereka 5% hidup sebagai pegawai negeri, pedagang, buruh, dan usaha jasa, (Sutarto, 2008). Tengger disebut sebagai Pusaka Saujana (cultural landscape) yang apabila dibina dan dikelola dengan benar, eksistensinya akan memberikan sumbangsih yang lebih berarti bukan hanya bagi dirinya, melainkan juga bagi Indonesia. Namun demikian, mengelola alam, budaya, dan masyarakat adat adalah satu hal yang sangat kompleks.

Asal mula Suku Tengger diambil dari nama belakang Rara Anteng dan Joko Seger. Keduanya membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger ini, kemudian menamakannya sebagai Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger atau artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”. Namun jika kita berbicara mengenai suku Tennger kita tidak bisa melewatkan budaya yang ada di sana. Setiap daerah memiliki legenda yang diutarakan secara lisan oleh para leluhurnya kepada antar generasi dengan wujud, bentuk, tema dan fungsi yang berbeda-beda disetiap daerahnya. Orang Tengger sendiri kaya akan upacara adat, namun mereka hampir tidak punya produk kesenian mereka sendiri. Adapun upacara adat yang masih diselenggarakan di wilayah tengger salah satunya adalah melakukan upacara Yadnya Kasada.  

Perayaan Kasada atau hari raya Kasada ataupun dapat disebut Kasadoan yang sekarang ini lebih dikenal sebagai Yadnya Kasada, ini adalah tradisi masyarakat yang berupa seserahan kepada yang sang pencipta dan nenek moyang yang diyakini masyarakat suku Tengger. Upacara ini juga biasanya dilaksanakan pada setiap bulan Kasada hari-14, 15, atau 16 dalam penanggalan kalender tradisional Hindu Tengger dan pada bulan Agustus-September serta saat bulan purnama yang menampakkan dirinya. upacara Kasada juga dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan Mulunen. Mulunen adalah ujian menjadi dukun di Tengger yang diselenggarakan sekali dalam satu tahun pada bulan Kasada (Sony Sukmawan et al., 2018, p. 17 dalam Febriani & Riyanto, 2021). Sesaji utama dalam Yadnya Kasada adalah hongkek. Hongkek berasal dari kata Hong yang bermakna Maha kuasa dan Kek bermakna leluhur cikal bakal. Sesaji ini akan dilarung ke kawah Bromo atau ditaruh di sekeliling gunung beomo sebagai persembahan kepada Sang Maha kuasa dan para leluhur cikal bakal Tengger sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas limpahan hasil bumi yang telah diberikan kepada Wong Tengger. Hongkek terdiri dari pohon piji (mirip palem), bungkil (batang) pisang, palawiji, dan tujuh buah pras. Adapun pelaksanaan Kasada diawali dengan pengambilan air suci (tirta) dari Goa Widodaren. Pengambilan air suci ini dilakukan sebelum hari H pelaksanaan Kasada. Kemudian, pagi hari pada hari H pelaksanaan, para perangkat adat, pinisepuh suku Tengger, dan perwakilan pemerintahan menghadiri pembukaan upacara Kasada yang dilakukan secara simbolis oleh ketua pelaksana Kasada. Selain itu, tokoh-tokoh penting yang hadir dalam pembukaan ini disuguhi pementasan Sendratari Rara Anteng dan Joko Seger serta pementasan hiburan yang lainnya. 



Referensi

Febriani, R., & Riyanto, E. D. (2021). Upacara Adat Tengger di Ambang Komodifikasi: Merawat Tradisi dari Ancaman Desakralisasi. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 23(2), 148. https://doi.org/10.25077/jantro.v23.n2.p148-156.2021

Huda, M. T., Khasanah, I., Pesantren, I., Abdul, K. H., & Mojokerto, C. (2019). Beragama di Suku Tenger. Universitas Islam Negeri Mataram, 2, 153.

Rahmawati, S. A. A., & Andalas, E. (2023). Asal Usul Upacara Yadnya Kasada Sebagai Dasar Kehidupan Kebudayaan Masyarakat Tengger Probolinggo. Lingua Franca:Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 7(1), 110. https://doi.org/10.30651/lf.v7i1.9702

Sutarto, A. (2008). Sekilas Tentang Masyarakat Tengger. Repositori Kemendikbud, 1–15. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/sites/37/2014/06/Masyarakat_Tengger.pdf

 https://bpbd.probolinggokab.go.id/berita/bpbd-dalam-kegiatan-yadnya-kasada-suku-tengger-bromo

Produktivitas Lahan Sawit Malaysia Dan Indonesia

 
Kelapa dan Sawit merupakan komoditas Indonesia yang memiliki potensi besar. Indonesia termasuk produsen kelapa sawit terbesar di dunia setelah Malaysia. Pada tahun 2011-2015 luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia menunjukkan peningkatan berkisar 2,77% hingga 9,40% pertahun. Diikuti dengan peningkatan produksi kelapa sawit selama lima tahun (2011-2015) meningkat berkisar 6,76% hingga 12,64% per tahun. Sedangkan Malaysia, pada tahun (2011-2015) luas areal perkebunan kelapa sawit Malaysia mengalami peningkatan seperti Indonesia berkisar 1,53% hingga 5,81% per tahun. Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit Malaysia tidak diikuti dengan peningkatan produksi kelapa sawit secara konsisten pada tahun 2011-2015. Produktivitas kelapa sawit Indonesia pada tahun 2011-2015 berkisar antara 2,57-2,77 juta ton/juta Ha. Produktivitas kelapa sawit di Malaysia lebih besar dari pada Indonesia yaitu 7,22-7,72 juta ton/juta Ha. Luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia 4 kali lebih besar dari Malaysia. Namun produktivitas sawitnya 3 kali lebih sedikit dari produktivitas Malaysia. Hal tersebut terjadi karena perkebunan sawit yang dikelola oleh petani Indonesia tidak mempunyai akses terhadap teknologi benih yang baik, pupuk maupun manajemen pengolahan lahan. Selain itu, sekitar 10% dari total luas perkebunan sawit Indonesia tidak menggunakan bibit ungul sehingga akan menghasilkan kualitas sawit yang kurang maksimal (Zaenal, 2012 dalam Nurhayati et al., 2018).

Terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi produktivitas lahan sawit, yaitu: 

Kematangan Pohon Sawit : Data United States Department of Agriculture – Foreign Agricultural Services (USDA-FAS) pada tahun 2013, 25% dari total lahan sawit di Indonesia berada pada kategori immature (umur 2-3 tahun) sehingga produktivitasnya tergolong rendah. Hal ini berbeda dengan Malaysia yang pada umumnya memiliki lahan sawit yang lebih mature (umur 8-14 tahun), dimana hanya 14% dari total lahannya tergolong immature. Menurut Wilmar, lahan sawit dengan pohon yang sudah dewasa dapat menghasilkan 18-30 ton tandan buah segar/ha atau 4,3-7,2 ton CPO/ha tiap tahunnya.

Penggunaan Pupuk : Penggunaan pupuk pada kebun sawit di Malaysia lebih intensif digunakan dari pada di Indonesia. Diketahui bahwa penggunaan fosfat dan potasium Indonesia masih dibawah Malaysia. Meski demikian, menurut Rankine dan Fairhursy (Woittiez et al., 2017), konsentrasi pupuk yang direkomendasikan untuk lahan sawit di Indonesia dan Malaysia masih tergolong rendah. Rekomendasi konsentrasi penggunaan pupuk di Indonesia bahkan tidak sampai dari setengah jumlah yang direkomendasikan.

Hama/Penyakit : Penyakit tanaman kelapa sawit yang umum di asia tenggara adalah jamur patogen bernama Ganoderma boninense. Penyakit Ganoderma ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas lahan hingga 50% di Sumatera Utara (Lisnawita, 2016). Berbeda dengan kasus di Malaysia, dengan pengelolaan sanitasi lahan dan bibit yang baik, secara total Ganoderma hanya mengakibatkan penurunan produktivitas lahan sebesar 3,7% (Abas & Seman, 2012).

Tata Kelola Perkebunan : Salah satu faktor produktivitas lahan yang rendah adalah manajemen pengelolaan lahan yang tidak baik. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan adanya lembaga khusus yang mendampingi petani dalam mengelola lahan. Seperti halnya di Malaysia, terdapat badan pemerintah yaitu Federal Land Development Authority (FELDA) yang menaungi para petani plasma. FELDA berfungsi untuk melakukan riset, membina pengelolaan perkebunan dan memberikan bantuan finansial, sehingga produktivitas lahan dapat meningkat. Jumlah petani plasma yang benar-benar independen di Malaysia hanya sebesar 11%. Sedangkan di Indonesia masih belum ada badan pemerintah yang dapat menaungi para petani plasma dalam jumlah besar. Rata-rata produktivitas lahan dari petani plasma di Indonesia hanya sebesar 13 ton/ha, namun beberapa petani plasma yang dinaungi oleh skema OPHIR PTPN VI berhasil meningkatkan produktivitas lahan hingga 22-29 ton/ha

Letak Lahan Perkebunan : Berdasarkan data dari Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, sekitar 1 juta Ha perkebunan sawit ditanam di daerah lahan gambut (Sihombing, 2017). Lahan gambut merupakan lahan yang tidak subur atau lahan sub optimal karena pH tanah rendah dan kandungan unsur-unsur hara makro dan mikro rendah. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor mengapa produktivitas lahan perkebunan sawit di Indonesia cukup rendah.



Referensi : 

Abas, R., & Seman, I. A. (2012). Economic impact of Ganoderma incidence on Malaysian oil palm plantation – A case study in Johor. Oil Palm Industry Economic Journal., 12(1), 24–30.

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia komoditas Kelapa Sawit 2017 – 2019. Jakarta : Kementerian Pertanian. URL: http://ditjenbun.pertanian.go.id/?publikasi=buku-statistik-kelapa-sawit-palm-oil-2011-2013

Heffer, P. (2013). Assessment of Fertilizer Use by Crop at the Global Level. International Fertilizer Industry Association, 5(8), 9. www. fertilizer. org/ifa/Home-Page/LIBRARY/Publication-database

Nurhayati, N., Ekawati, M., Lestari, W., Paramitha Andina, P., & Ambawati, W. (2018). Kajian hilirisasi kelapa dan sawit Indonesia berdasarkan produktivitas dan sifat fungsional. Seminar Nasional Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember, November 2018, 748–758. http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/100229

Sihombing, Martin. 2017. PP Gambut Kurangi Lahan Sawit Indonesia 1 Juta Ha. URL : http://industri.bisnis.com/read/20170427/99/648893/Permen%25252520LHK%25252520Soal%25252520Gambut%25252520Perlu%25252520Dievaluasi

USDA. 2012. Malaysia : Stagnating Palm Oil Yields Impede Growth. Commodity Intelligence Report. URL: http://www.pecad.fas.usda.gov/highlights/2012/12/Malaysia/

Tampubolon N. S. H. 2016. Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elais guineensis) Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Serdang Bedagai. URL: https://jurnal.usu.ac.id/index.php/ceress/article/view/17459

Wilmar. 2018. Harvesting & Oil Palm Yield. URL : https://www.wilmar-international.com/our-businesses/plantation 

Woittiez, L. S., van Wijk, M. T., Slingerland, M., van Noordwijk, M., & Giller, K. E. (2017). Yield gaps in oil palm: A quantitative review of contributing factors. European Journal of Agronomy, 83, 57–77. https://doi.org/10.1016/j.eja.2016.11.002

FESTIVAL DANAU SENTANI

 
Danau Sentani berada di Kabupaten Jayapura, danau ini merupakan danau terbesar di Provinsi Papua dengan luas danau hampir 9,360 hektar, kedalaman danau yaitu 52 m dan berada pada ketinggian 75 m di atas permukaan laut serta terletak di bawah lereng Pegunungan Cagar Alam Cyclops yang memiliki luas hampir mencapai 245,000 hektar (Nuwa et al., 2023). Danau Sentani memiliki pemandangan atau alam yang sangat indah untuk dinikmati, di danau tersebut terdiri atas 24 desa dengan beragam kebudayaan serta kesenian yang menarik untuk dipelajari baik untuk masyarakat setempat maupun untuk para wisatawan. Dimulai dari legenda seekor naga yang jatuh di danau Sentani hingga akhirnya naga tersebut menjadi pulau-pulau indah di sekitaran danau Sentani. Danau Sentani menjadi danau yang begitu populer di provinsi Papua. Melihat potensi yang dimiliki oleh keindahan danau sentani ini yang membuat pemerintah Kabupaten Jayapura Papua yang mana melalui dinas pariwisata untuk mengembangkan berbagai jenis pariwisata di daerah tersebut. Salah satunya dengan mengadakan festival, tentunya hal ini tidak terlepas dari masyarakat daerah setempat. Festival yang dimaksud adalah Festival Danau Sentani (FDS).

Festival Danau Sentani (FDS). Salah satu festival budaya yang ada di Indonesia yaitu Festival Danau Sentani (FDS). FDS merupakan salah satu festival tahunan yang diselenggarakan oleh Kabupaten Jayapura, festival ini juga sudah masuk ke dalam kalender pariwisata utama di Kabupaten Jayapura. FDS menjadi kegiatan atau acara yang selalu dinantikan setiap tahun oleh warga setempat maupun masyarakat atau wisatawan lainnya. Dalam festival ini masyarakat Sentani tidak menutup diri dengan hanya menampilkan kebudayaan mereka, melainkan memberikan kesempatan kepada paguyuban-paguyuban lain yang berada di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapuran dan Kabupaten lainnya untuk turut serta memeriahkan festival ini, misalnya dengan menampilkan tarian tradisional diiringi lagu-lagu daerah atau dengan menjual produk-produk lokal milik masing-masing paguyuban. Festival Danau Sentani (FDS) merupakan acara pagelaran kebudayaan di Kabupaten Jayapura yang dimulai sejak tahun 2007 sampai dengan saat ini. Festival Danau Sentani dilaksanakan sekitar akhir bulan Juni di pinggiran danau Sentani yaitu Khalkote di salah satu distrik Kabupaten Jayapura, yaitu distrik Sentani bagian timur. Pada dasarnya FDS diadakan dengan tujuan untuk pelestarian kebudayaan serta menjadi salah satu obyek wisata di Kabupaten Jayapura. Adapun acara yang sering disajikan atau diadakan di Festival Danau Sentani ini yaitu:

Tarian di atas perahu (Tari Isosolo). Tarian Isosolo merupakan salah satu tarian wajib di Festival Danau Sentani, yang mana tariannya dilakukan di atas perahu, masyarakat Sentani yang sudah terbiasa tinggal di danau Sentani menjadikan mereka mampu melakukan segala sesuatu di atas perahu, salah satunya yaitu menari. Tarian Isosolo ini akan berkerak dari satu kampung ke kampung yang lain. Makna dari tarian Isosolo ini yaitu orang-orang yang menari dengan penuh perasaan sukacita atau gembira. Mereka mengungkapkan perasaan mereka lewat tarian ini.

Ragam kesenian di panggung utama. Yang mana dipanggung tersebut biasanya akan ada penampilan-penampilan ragam seni budaya, seperti tarian tradisional yang diiringi lagu-lagu daerah dan nyanyian atau musik tradisional seperti tifa yang merupakan alat musik yang selalu hadir dalam acara-acara tradisi termasuk didalamnya tifa juga penting berkaitan dengan FDS.

Tur keliling danau Sentani. Dalam rangka memperlihatkan keindahan alam danau Sentani di Festival Danau Sentani terdapat jadwal kegiatan yaitu tur. Tur ini diperuntukan untuk semua pengunjung yang datang dan ingin menikmati keindahan alam danau Sentani.

Wisata kuliner dan pusat belanja produk lokal masyarakat. Di FDS juga terdapat wisata kuliner dan menjadi pusat belanja produk-produk lokal.



Referensi: 

KASWARI, R. B. W. U. S. (2012). Arti Tifa Dalam Musik Tarian Adat Di Sentani Pada Festival Danau Sentani 2010 Di Kabupaten Jayapura Papua (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Maharah, F. E., & Widiatmoko, D. (2020). Perancangan Media Promosi Festival Danau Sentani 2020. 6(3), 3900–3906.

Muabuay, J. M. (2019). Persepsi Dan Preferensi Pengunjung Tentang Objek Wisata Danau Sentani Kab. Jayapura (Doctoral dissertation, Universitas Komputer Indonesia).

Nuwa, E. D. F., Penelitian, H., Nuwa, E. D. F., Indonesia, P. B., & Jakarta, U. N. (2023). Prosiding Seminar Nasional Alih Wahana : Cerita Rakyat Legenda Danau Sentani menjadi Salah Satu Inspirasi dalam Festival Danau Sentani ( FDS ). 784–794.

Pertanian Organik Jepang



 Jepang merupakan salah satu Negara Asia yang mempelopori berdirinya pertanian organik di Asia. Jepang dikenal sebagai negara paling maju di Asian, dengan mempunyai petani organik berusia mulai dari 26 hingga 40-an keatas, namun pertanian di sana rata rata masih menggunakan cara tradisional agar mendapatkan hasil yang berkualitas. Petani organik di Jepang beroperasi di tengah perubahan pangan, pertanian, nilai-nilai pribadi, pasar,

dan tata kelola (Rosenberger, 2017) . Jepang memiliki istilah untuk hasrat terhadap makanan lokal dan segar: chisan, chishou, yang berarti, ‘produksi lokal, dan konsumsi lokal’. Preservasi chisan-chisou pada salah satu negara yang paling terurbanisasi di dunia.

Pertanian organik modern di Jepang dimulai pada tahun 1930-an. Sejak itu, Zaman pertama dimulai dengan perintis gerakan akar rumput. Pionir yang paling menonjol adalah Mokichi Okada, seorang pemimpin agama, dan Masanobu Fukuoka, seorang filsuf pertanian. Okada mendorong penggunaan tenaga alam tanpa pupuk kimia dan pestisida. Sebaliknya, Fukuoka mengangkat prinsip menghindari pembajakan, pemupukan, pestisida, dan penyiangan. Untuk filosofi dan praktik ini, Fukuoka masih dianggap internasional sebagai pembuat makanan organik. Praktik awal ini, yang disebut “pertanian alami”. Sekitar periode Perang Dunia II, penggunaan dan mobilisasi sumber daya dibatasi, yang juga berlaku untuk pertanian alami. Pada akhir Perang Dunia II, dia dievakuasi dari Tokyo. Belakangan, pertanian alami berkontribusi pada perkembangan teknologi budaya pertanian organik dan berperan besar dalam perkembangan gerakan pertanian organik Jepang pada tahun 1971. Setelah Perang Dunia II, masyarakat pedesaan Jepang dan lingkaran kebijakan menerapkan pertanian intensif dan meningkatkan produksi pangan. Dampak berbahaya dari pestisida kimia dan keracunan makanan mengkhawatirkan baik warga negara maupun spesialis. Hal ini menyebabkan terbentuknya Asosiasi Pertanian Organik Jepang. Tahun 1970-an juga melihat perkembangan Teikei sistem antara produsen organik dan konsumen. Mereka tidak hanya membentuk hubungan jual-beli, tetapi juga “hubungan timbal balik berdasarkan kepercayaan” yang mengintegrasikan fungsi pasar fundamental. Dengan demikian, perkembangan sistem Teikei menyebabkan “ledakan pertama pertanian organik”. 

Zaman kedua pada 1980-an, "ledakan kedua pertanian organik" meningkat ketika koperasi konsumen meningkatkan penjualan hasil panen dengan penurunan penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan kimia. Kelompok produsen terorganisir ini memulai pertukaran dengan konsumen perkotaan dan, karena penjualan produk pertanian dengan bahan tambahan makanan dan bahan kimia yang lebih sedikit meningkat, konsumen menjadi bingung dengan pelabelan produk seperti "tanpa bahan kimia" dari pada "organik" (Miyake, Y., & Kohsaka, R. 2020) . Pada saat bulan maret tahun 2011, adanya sebuah peristiwa nuklir yang membuat produksi tanaman organik di jepang mengalami kehancuran. Namun para petani muda menghidupkan kembali pertanian mereka dengan belajar ke luar negri dan mempelajari sistem pertanian di luar, Setelah mereka Kembali dengan ilmu yang sudah mereka dapat dari luar negri mereka membangun pertanian dengan kapasitas yang menarik dan mengikuti keinginan konsumen Orito, E. (2013).

Kebijakan pertanian organik di Jepang Pada tahun 1989, ketika Diet Nasional dan pemerintah lain tertarik pada pertanian organik sebagai tujuan kebijakan untuk pembangunan pedesaan di bawah perjanjian perdagangan masa depan dari putaran Uruguay, pemerintah Jepang memulai upaya nyata dengan mendirikan Organik. Fokus pemerintah pusat dan daerah untuk membenahi definisi pertanian organik (Miyake, Y., & Kohsaka, R. 2020). 

Dalam era modern ini, generasi muda sudah mulai tidak tertarik atau mengapresiasi pertanian chisan chishou. Namun, pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka memberikan insentif-insentif, untuk mengakselerasi pertanian lokal. Di 20 tahun terakhir ini, pemerintah telah memfasilitasi pertanian lokal untuk memasuki pasar. Menjual tanah pertanian kepada kepentingan komersial, akan dipajaki sangat tinggi oleh pemerintah, sementara memberikan tanah tersebut ke anak untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pusat pertanian juga mengundang anak-anak sekolah untuk menanam dan memanen, untuk meningkatkan minat mereka. Pertanian kadang menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Minoru Yoshino dari Pusat Penelitian Pertanian Fukuoka menjabarkan peran pemerintah pada chisan-chishou dalam tiga hal. Makanan lokal yang segar adalah lebih sehat, dan rasa yang nikmat akan meningkatkan konsumsi sayuran. Sementara, pertanian lokal adalah lebih baik bagi kelestarian lingkungan, karena hanya memerlukan air dan pestisida lebih sedikit.

Dasar-dasar Teknologi Pertanian Organik menurut Wakui, Y. (2009) :

Tanah diperkaya dalam bahasa Jepang “tsuchi-dukuri” dengan menggunakan pupuk kompos dan bokashi, yang dihasilkan dari fermentasi berbagai bahan organik. Kondisi tanah diperbaiki dengan menggunakan cacing tanah dan mikroorganisme pengurai bahan organik. Tanah yang diperbaiki membantu tanaman tumbuh sehat dan kokoh.

Penanaman gabungan dari berbagai jenis tanaman dilakukan dalam bentuk pergiliran tanaman dan penanaman campuran. Kombinasi tanaman gramineous dan leguminous sangat efektif dalam pengayaan tanah dan menciptakan lingkungan untuk meminimalkan kerusakan akibat hama dan penyakit.

Untuk mengurangi jamur/bakteri, pathogen, dan serangga berbahaya, dengan mencoba memperbanyak makhluk berguna yang memakannya di ladang, seperti mikroorganisme, serangga, katak, kadal, burung kecil, dll. 


Refernsi :

Miyake, Y., & Kohsaka, R. (2020). History, ethnicity, and policy analysis of organic farming in Japan: when “nature” was detached from organic. Journal of Ethnic Foods, 7(1), 20.

Orito, E. (2013). Les teikei–les précurseurs au Japon de l’agriculture biologique–face à la catastrophe nucléaire de mars 2011. Géographie et cultures, (86), 83-99.

Rosenberger, N. (2017). Young organic farmers in Japan: Betting on lifestyle, locality, and livelihood. Contemporary Japan, 29(1), 14–30. https://doi.org/10.1080/18692729.2017.1256974

Wakui, Y. (2009). Organic farming technology in Japan. Pilot Project for Better Farm Income by Organic-Based Vegetable Production. Koibuchi College of Agriculture and Nutrition, MITO. 

https://grobogan.go.id/info/artikel/580-pertanian-organik-jepang-referensi-untuk-pembangunan-pertanian-organik-di-grobogan