Produktivitas Lahan Sawit Malaysia Dan Indonesia

 
Kelapa dan Sawit merupakan komoditas Indonesia yang memiliki potensi besar. Indonesia termasuk produsen kelapa sawit terbesar di dunia setelah Malaysia. Pada tahun 2011-2015 luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia menunjukkan peningkatan berkisar 2,77% hingga 9,40% pertahun. Diikuti dengan peningkatan produksi kelapa sawit selama lima tahun (2011-2015) meningkat berkisar 6,76% hingga 12,64% per tahun. Sedangkan Malaysia, pada tahun (2011-2015) luas areal perkebunan kelapa sawit Malaysia mengalami peningkatan seperti Indonesia berkisar 1,53% hingga 5,81% per tahun. Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit Malaysia tidak diikuti dengan peningkatan produksi kelapa sawit secara konsisten pada tahun 2011-2015. Produktivitas kelapa sawit Indonesia pada tahun 2011-2015 berkisar antara 2,57-2,77 juta ton/juta Ha. Produktivitas kelapa sawit di Malaysia lebih besar dari pada Indonesia yaitu 7,22-7,72 juta ton/juta Ha. Luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia 4 kali lebih besar dari Malaysia. Namun produktivitas sawitnya 3 kali lebih sedikit dari produktivitas Malaysia. Hal tersebut terjadi karena perkebunan sawit yang dikelola oleh petani Indonesia tidak mempunyai akses terhadap teknologi benih yang baik, pupuk maupun manajemen pengolahan lahan. Selain itu, sekitar 10% dari total luas perkebunan sawit Indonesia tidak menggunakan bibit ungul sehingga akan menghasilkan kualitas sawit yang kurang maksimal (Zaenal, 2012 dalam Nurhayati et al., 2018).

Terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi produktivitas lahan sawit, yaitu: 

Kematangan Pohon Sawit : Data United States Department of Agriculture – Foreign Agricultural Services (USDA-FAS) pada tahun 2013, 25% dari total lahan sawit di Indonesia berada pada kategori immature (umur 2-3 tahun) sehingga produktivitasnya tergolong rendah. Hal ini berbeda dengan Malaysia yang pada umumnya memiliki lahan sawit yang lebih mature (umur 8-14 tahun), dimana hanya 14% dari total lahannya tergolong immature. Menurut Wilmar, lahan sawit dengan pohon yang sudah dewasa dapat menghasilkan 18-30 ton tandan buah segar/ha atau 4,3-7,2 ton CPO/ha tiap tahunnya.

Penggunaan Pupuk : Penggunaan pupuk pada kebun sawit di Malaysia lebih intensif digunakan dari pada di Indonesia. Diketahui bahwa penggunaan fosfat dan potasium Indonesia masih dibawah Malaysia. Meski demikian, menurut Rankine dan Fairhursy (Woittiez et al., 2017), konsentrasi pupuk yang direkomendasikan untuk lahan sawit di Indonesia dan Malaysia masih tergolong rendah. Rekomendasi konsentrasi penggunaan pupuk di Indonesia bahkan tidak sampai dari setengah jumlah yang direkomendasikan.

Hama/Penyakit : Penyakit tanaman kelapa sawit yang umum di asia tenggara adalah jamur patogen bernama Ganoderma boninense. Penyakit Ganoderma ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas lahan hingga 50% di Sumatera Utara (Lisnawita, 2016). Berbeda dengan kasus di Malaysia, dengan pengelolaan sanitasi lahan dan bibit yang baik, secara total Ganoderma hanya mengakibatkan penurunan produktivitas lahan sebesar 3,7% (Abas & Seman, 2012).

Tata Kelola Perkebunan : Salah satu faktor produktivitas lahan yang rendah adalah manajemen pengelolaan lahan yang tidak baik. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan adanya lembaga khusus yang mendampingi petani dalam mengelola lahan. Seperti halnya di Malaysia, terdapat badan pemerintah yaitu Federal Land Development Authority (FELDA) yang menaungi para petani plasma. FELDA berfungsi untuk melakukan riset, membina pengelolaan perkebunan dan memberikan bantuan finansial, sehingga produktivitas lahan dapat meningkat. Jumlah petani plasma yang benar-benar independen di Malaysia hanya sebesar 11%. Sedangkan di Indonesia masih belum ada badan pemerintah yang dapat menaungi para petani plasma dalam jumlah besar. Rata-rata produktivitas lahan dari petani plasma di Indonesia hanya sebesar 13 ton/ha, namun beberapa petani plasma yang dinaungi oleh skema OPHIR PTPN VI berhasil meningkatkan produktivitas lahan hingga 22-29 ton/ha

Letak Lahan Perkebunan : Berdasarkan data dari Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, sekitar 1 juta Ha perkebunan sawit ditanam di daerah lahan gambut (Sihombing, 2017). Lahan gambut merupakan lahan yang tidak subur atau lahan sub optimal karena pH tanah rendah dan kandungan unsur-unsur hara makro dan mikro rendah. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor mengapa produktivitas lahan perkebunan sawit di Indonesia cukup rendah.



Referensi : 

Abas, R., & Seman, I. A. (2012). Economic impact of Ganoderma incidence on Malaysian oil palm plantation – A case study in Johor. Oil Palm Industry Economic Journal., 12(1), 24–30.

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia komoditas Kelapa Sawit 2017 – 2019. Jakarta : Kementerian Pertanian. URL: http://ditjenbun.pertanian.go.id/?publikasi=buku-statistik-kelapa-sawit-palm-oil-2011-2013

Heffer, P. (2013). Assessment of Fertilizer Use by Crop at the Global Level. International Fertilizer Industry Association, 5(8), 9. www. fertilizer. org/ifa/Home-Page/LIBRARY/Publication-database

Nurhayati, N., Ekawati, M., Lestari, W., Paramitha Andina, P., & Ambawati, W. (2018). Kajian hilirisasi kelapa dan sawit Indonesia berdasarkan produktivitas dan sifat fungsional. Seminar Nasional Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember, November 2018, 748–758. http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/100229

Sihombing, Martin. 2017. PP Gambut Kurangi Lahan Sawit Indonesia 1 Juta Ha. URL : http://industri.bisnis.com/read/20170427/99/648893/Permen%25252520LHK%25252520Soal%25252520Gambut%25252520Perlu%25252520Dievaluasi

USDA. 2012. Malaysia : Stagnating Palm Oil Yields Impede Growth. Commodity Intelligence Report. URL: http://www.pecad.fas.usda.gov/highlights/2012/12/Malaysia/

Tampubolon N. S. H. 2016. Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elais guineensis) Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Serdang Bedagai. URL: https://jurnal.usu.ac.id/index.php/ceress/article/view/17459

Wilmar. 2018. Harvesting & Oil Palm Yield. URL : https://www.wilmar-international.com/our-businesses/plantation 

Woittiez, L. S., van Wijk, M. T., Slingerland, M., van Noordwijk, M., & Giller, K. E. (2017). Yield gaps in oil palm: A quantitative review of contributing factors. European Journal of Agronomy, 83, 57–77. https://doi.org/10.1016/j.eja.2016.11.002

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RITUAL YADNYA KASADA

Tumbilotohe Tradisi Lebaran Suku Gorontalo

PEMBAGIAN KELOMPOK GEMPITA 2023