Minggu, 15 Oktober 2023

RITUAL YADNYA KASADA

 
Sejak zaman kerajaan dahulu pada daerah dataran tinggi tengger sudah dikenal sebagi daerah yang damai dan tentram. Suku tengger sendiri mempunyai masyarakat yang masih terbilang lumayan agraris yang masih mempercayai hal-hal mistis. Pemimpin adat sendiri mengambil peran penting dalam hal itu untuk tetap melestarikan budaya mereka yang sudah ada dari zaman nenek moyang mereka. Adapun jumlah populasi penduduk desa Tengger tidak banyak hanya sekitar 100.000 dari penduduk jawa yang lebih kurang dari 100.000.000. Orang Tengger dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh, bertempat tinggal berkelompok-kelompok di bukit-bukit yang tidak jauh dari lahan pertanian mereka. Suhu udara yang dingin membuat mereka betah bekerja di ladang sejak pagi hingga sore hari. Persentase penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sangat besar, yakni 95%, sedangkan sebagian kecil dari mereka 5% hidup sebagai pegawai negeri, pedagang, buruh, dan usaha jasa, (Sutarto, 2008). Tengger disebut sebagai Pusaka Saujana (cultural landscape) yang apabila dibina dan dikelola dengan benar, eksistensinya akan memberikan sumbangsih yang lebih berarti bukan hanya bagi dirinya, melainkan juga bagi Indonesia. Namun demikian, mengelola alam, budaya, dan masyarakat adat adalah satu hal yang sangat kompleks.

Asal mula Suku Tengger diambil dari nama belakang Rara Anteng dan Joko Seger. Keduanya membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger ini, kemudian menamakannya sebagai Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger atau artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”. Namun jika kita berbicara mengenai suku Tennger kita tidak bisa melewatkan budaya yang ada di sana. Setiap daerah memiliki legenda yang diutarakan secara lisan oleh para leluhurnya kepada antar generasi dengan wujud, bentuk, tema dan fungsi yang berbeda-beda disetiap daerahnya. Orang Tengger sendiri kaya akan upacara adat, namun mereka hampir tidak punya produk kesenian mereka sendiri. Adapun upacara adat yang masih diselenggarakan di wilayah tengger salah satunya adalah melakukan upacara Yadnya Kasada.  

Perayaan Kasada atau hari raya Kasada ataupun dapat disebut Kasadoan yang sekarang ini lebih dikenal sebagai Yadnya Kasada, ini adalah tradisi masyarakat yang berupa seserahan kepada yang sang pencipta dan nenek moyang yang diyakini masyarakat suku Tengger. Upacara ini juga biasanya dilaksanakan pada setiap bulan Kasada hari-14, 15, atau 16 dalam penanggalan kalender tradisional Hindu Tengger dan pada bulan Agustus-September serta saat bulan purnama yang menampakkan dirinya. upacara Kasada juga dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan Mulunen. Mulunen adalah ujian menjadi dukun di Tengger yang diselenggarakan sekali dalam satu tahun pada bulan Kasada (Sony Sukmawan et al., 2018, p. 17 dalam Febriani & Riyanto, 2021). Sesaji utama dalam Yadnya Kasada adalah hongkek. Hongkek berasal dari kata Hong yang bermakna Maha kuasa dan Kek bermakna leluhur cikal bakal. Sesaji ini akan dilarung ke kawah Bromo atau ditaruh di sekeliling gunung beomo sebagai persembahan kepada Sang Maha kuasa dan para leluhur cikal bakal Tengger sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas limpahan hasil bumi yang telah diberikan kepada Wong Tengger. Hongkek terdiri dari pohon piji (mirip palem), bungkil (batang) pisang, palawiji, dan tujuh buah pras. Adapun pelaksanaan Kasada diawali dengan pengambilan air suci (tirta) dari Goa Widodaren. Pengambilan air suci ini dilakukan sebelum hari H pelaksanaan Kasada. Kemudian, pagi hari pada hari H pelaksanaan, para perangkat adat, pinisepuh suku Tengger, dan perwakilan pemerintahan menghadiri pembukaan upacara Kasada yang dilakukan secara simbolis oleh ketua pelaksana Kasada. Selain itu, tokoh-tokoh penting yang hadir dalam pembukaan ini disuguhi pementasan Sendratari Rara Anteng dan Joko Seger serta pementasan hiburan yang lainnya. 



Referensi

Febriani, R., & Riyanto, E. D. (2021). Upacara Adat Tengger di Ambang Komodifikasi: Merawat Tradisi dari Ancaman Desakralisasi. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 23(2), 148. https://doi.org/10.25077/jantro.v23.n2.p148-156.2021

Huda, M. T., Khasanah, I., Pesantren, I., Abdul, K. H., & Mojokerto, C. (2019). Beragama di Suku Tenger. Universitas Islam Negeri Mataram, 2, 153.

Rahmawati, S. A. A., & Andalas, E. (2023). Asal Usul Upacara Yadnya Kasada Sebagai Dasar Kehidupan Kebudayaan Masyarakat Tengger Probolinggo. Lingua Franca:Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 7(1), 110. https://doi.org/10.30651/lf.v7i1.9702

Sutarto, A. (2008). Sekilas Tentang Masyarakat Tengger. Repositori Kemendikbud, 1–15. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/sites/37/2014/06/Masyarakat_Tengger.pdf

 https://bpbd.probolinggokab.go.id/berita/bpbd-dalam-kegiatan-yadnya-kasada-suku-tengger-bromo

0 komentar:

Posting Komentar