Pertanian Organik Jepang



 Jepang merupakan salah satu Negara Asia yang mempelopori berdirinya pertanian organik di Asia. Jepang dikenal sebagai negara paling maju di Asian, dengan mempunyai petani organik berusia mulai dari 26 hingga 40-an keatas, namun pertanian di sana rata rata masih menggunakan cara tradisional agar mendapatkan hasil yang berkualitas. Petani organik di Jepang beroperasi di tengah perubahan pangan, pertanian, nilai-nilai pribadi, pasar,

dan tata kelola (Rosenberger, 2017) . Jepang memiliki istilah untuk hasrat terhadap makanan lokal dan segar: chisan, chishou, yang berarti, ‘produksi lokal, dan konsumsi lokal’. Preservasi chisan-chisou pada salah satu negara yang paling terurbanisasi di dunia.

Pertanian organik modern di Jepang dimulai pada tahun 1930-an. Sejak itu, Zaman pertama dimulai dengan perintis gerakan akar rumput. Pionir yang paling menonjol adalah Mokichi Okada, seorang pemimpin agama, dan Masanobu Fukuoka, seorang filsuf pertanian. Okada mendorong penggunaan tenaga alam tanpa pupuk kimia dan pestisida. Sebaliknya, Fukuoka mengangkat prinsip menghindari pembajakan, pemupukan, pestisida, dan penyiangan. Untuk filosofi dan praktik ini, Fukuoka masih dianggap internasional sebagai pembuat makanan organik. Praktik awal ini, yang disebut “pertanian alami”. Sekitar periode Perang Dunia II, penggunaan dan mobilisasi sumber daya dibatasi, yang juga berlaku untuk pertanian alami. Pada akhir Perang Dunia II, dia dievakuasi dari Tokyo. Belakangan, pertanian alami berkontribusi pada perkembangan teknologi budaya pertanian organik dan berperan besar dalam perkembangan gerakan pertanian organik Jepang pada tahun 1971. Setelah Perang Dunia II, masyarakat pedesaan Jepang dan lingkaran kebijakan menerapkan pertanian intensif dan meningkatkan produksi pangan. Dampak berbahaya dari pestisida kimia dan keracunan makanan mengkhawatirkan baik warga negara maupun spesialis. Hal ini menyebabkan terbentuknya Asosiasi Pertanian Organik Jepang. Tahun 1970-an juga melihat perkembangan Teikei sistem antara produsen organik dan konsumen. Mereka tidak hanya membentuk hubungan jual-beli, tetapi juga “hubungan timbal balik berdasarkan kepercayaan” yang mengintegrasikan fungsi pasar fundamental. Dengan demikian, perkembangan sistem Teikei menyebabkan “ledakan pertama pertanian organik”. 

Zaman kedua pada 1980-an, "ledakan kedua pertanian organik" meningkat ketika koperasi konsumen meningkatkan penjualan hasil panen dengan penurunan penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan kimia. Kelompok produsen terorganisir ini memulai pertukaran dengan konsumen perkotaan dan, karena penjualan produk pertanian dengan bahan tambahan makanan dan bahan kimia yang lebih sedikit meningkat, konsumen menjadi bingung dengan pelabelan produk seperti "tanpa bahan kimia" dari pada "organik" (Miyake, Y., & Kohsaka, R. 2020) . Pada saat bulan maret tahun 2011, adanya sebuah peristiwa nuklir yang membuat produksi tanaman organik di jepang mengalami kehancuran. Namun para petani muda menghidupkan kembali pertanian mereka dengan belajar ke luar negri dan mempelajari sistem pertanian di luar, Setelah mereka Kembali dengan ilmu yang sudah mereka dapat dari luar negri mereka membangun pertanian dengan kapasitas yang menarik dan mengikuti keinginan konsumen Orito, E. (2013).

Kebijakan pertanian organik di Jepang Pada tahun 1989, ketika Diet Nasional dan pemerintah lain tertarik pada pertanian organik sebagai tujuan kebijakan untuk pembangunan pedesaan di bawah perjanjian perdagangan masa depan dari putaran Uruguay, pemerintah Jepang memulai upaya nyata dengan mendirikan Organik. Fokus pemerintah pusat dan daerah untuk membenahi definisi pertanian organik (Miyake, Y., & Kohsaka, R. 2020). 

Dalam era modern ini, generasi muda sudah mulai tidak tertarik atau mengapresiasi pertanian chisan chishou. Namun, pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka memberikan insentif-insentif, untuk mengakselerasi pertanian lokal. Di 20 tahun terakhir ini, pemerintah telah memfasilitasi pertanian lokal untuk memasuki pasar. Menjual tanah pertanian kepada kepentingan komersial, akan dipajaki sangat tinggi oleh pemerintah, sementara memberikan tanah tersebut ke anak untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pusat pertanian juga mengundang anak-anak sekolah untuk menanam dan memanen, untuk meningkatkan minat mereka. Pertanian kadang menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Minoru Yoshino dari Pusat Penelitian Pertanian Fukuoka menjabarkan peran pemerintah pada chisan-chishou dalam tiga hal. Makanan lokal yang segar adalah lebih sehat, dan rasa yang nikmat akan meningkatkan konsumsi sayuran. Sementara, pertanian lokal adalah lebih baik bagi kelestarian lingkungan, karena hanya memerlukan air dan pestisida lebih sedikit.

Dasar-dasar Teknologi Pertanian Organik menurut Wakui, Y. (2009) :

Tanah diperkaya dalam bahasa Jepang “tsuchi-dukuri” dengan menggunakan pupuk kompos dan bokashi, yang dihasilkan dari fermentasi berbagai bahan organik. Kondisi tanah diperbaiki dengan menggunakan cacing tanah dan mikroorganisme pengurai bahan organik. Tanah yang diperbaiki membantu tanaman tumbuh sehat dan kokoh.

Penanaman gabungan dari berbagai jenis tanaman dilakukan dalam bentuk pergiliran tanaman dan penanaman campuran. Kombinasi tanaman gramineous dan leguminous sangat efektif dalam pengayaan tanah dan menciptakan lingkungan untuk meminimalkan kerusakan akibat hama dan penyakit.

Untuk mengurangi jamur/bakteri, pathogen, dan serangga berbahaya, dengan mencoba memperbanyak makhluk berguna yang memakannya di ladang, seperti mikroorganisme, serangga, katak, kadal, burung kecil, dll. 


Refernsi :

Miyake, Y., & Kohsaka, R. (2020). History, ethnicity, and policy analysis of organic farming in Japan: when “nature” was detached from organic. Journal of Ethnic Foods, 7(1), 20.

Orito, E. (2013). Les teikei–les précurseurs au Japon de l’agriculture biologique–face à la catastrophe nucléaire de mars 2011. Géographie et cultures, (86), 83-99.

Rosenberger, N. (2017). Young organic farmers in Japan: Betting on lifestyle, locality, and livelihood. Contemporary Japan, 29(1), 14–30. https://doi.org/10.1080/18692729.2017.1256974

Wakui, Y. (2009). Organic farming technology in Japan. Pilot Project for Better Farm Income by Organic-Based Vegetable Production. Koibuchi College of Agriculture and Nutrition, MITO. 

https://grobogan.go.id/info/artikel/580-pertanian-organik-jepang-referensi-untuk-pembangunan-pertanian-organik-di-grobogan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RITUAL YADNYA KASADA

Tumbilotohe Tradisi Lebaran Suku Gorontalo

PEMBAGIAN KELOMPOK GEMPITA 2023